Wednesday, July 27, 2011

Latest Update; KRS & SISIFO KoAS

Assalamualaikum w.b.t

Ke hadapan kawan-kawan FK-UH, SISIFO KoAS kita semua dah kena blok. Jadi silalah uruskan KRS anda untuk semester ini. Tarikh tutup pengurusan KRS pada 13/08/2011.

Follow step2 berikut (untuk Junior buat sampai step no. 6 sahaja) ;

Mulakan dengan Bismillah...

1. Online (kat rumah@warnet@mane2 jela)...
2. Isi form KRS online tu...
     - Klik link kat sini
     - Yang lupa password@ada problem log in jumpa Pak Resha kat ICT Centre Medika
3. Pergi Rektorat Lt. 3, uruskan  bukti pembayaran SPP...
     - untuk student ACMS batch 07, Shikin&Marry dah setelkan, jadi boleh skip step ni
4. Verifikasi kat Bag. Akademik Fak. Kedokteran.
     - Cakap dah register online dan cakap nak verifikasi
     - tunjuk bukti pembayaran SPP  
5. Balik rumah, print form KRS yang telah diverifikasi sebanyak 5 copy
6. Hantar form KRS yang telah diprint dan dilengkapi kat Bag. Akademik
7. Jumpa Pak Resha, minta tolong activate balik SISIFO KoAS
8. Daftar masuk department untuk semester depan.
    -Klik link kat sini
9. Selesai. Alhamdulillah

Monday, July 11, 2011

PPLH Puntondo

District:Puntondo, Takalar
Province : Ujung Pandang, South Sulawesi
Country: Indonesia
Region: Southeast Asia
Organization Type: Non- governmental/ Non- Profit Organization
Description:  PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) 























Saturday, July 9, 2011

Catatan kasih yang Bersih...

Puji dan puja kepada Empunya jagat raya. Salam kasih dan rindu buat Rasul tercinta. Gema kata "BERSIH" pun datang menyapa.

Yang pasti blogpost kali ini bukan kerana Ambiga atau Anwar. Bukan juga sebab dibayar atau tunduk gentar pada kerajaan pemerintah. Coretan ini semata-mata kerana kasih dan sayang pada negara dan supaya cita-cita kita bersih dari noda jijik rasuah, ketidakadilan, dan penipuan menjadi nyata. 

Lapan tuntutan pilihanraya bersih dan adil menjadi dasar perjuangan. Warna daulat raja dipakai oleh rakyat jelata. Menjunjung tinggi cita-cita murni demokrasi. Bukan merah yang menjadi gagah amarah. Yang jadi masalah ideologi ini datangnya dari barisan pihak pembangkang.  Pemerintah pun kalut. Yang betul menjadi salah. Lurus menjadi kusut. Rakyat bingung. Ada yang sokong, ada yang bantah, dan ada yang langsung tak ambil kisah. Menyerah pasrah sebelum darah tertumpah.

Melihat kepada dasar perjuangan BERSIH memang betul. Jelas dan tidak ada keraguan atasnya. Harum suci, semerbak nawaitu mewangi. Tapi sayang, matlamat tak menghalalkan cara. Demonstrasi di jalan bukanlah suatu solusi. Kita bukan anak jalanan. Perjuangan kita bukan picisan. Kita perjuangkan hak kita, tapi kita abaikan hak pengguna jalan yang lain. Pesakit kritikal dalam ambulans ke hospital terhalang. Doktor, pilot, jururawat, bomba, driver bus, driver  teksi,  peniaga, dan jaga yang nak pergi kerja tak kira masa semua kita langgar. Mereka yang  tidak ada kena-mengena terlibat masalah perjalanan. Adilkah perjuangan keadilan itu diatas jalan??? 

Tahukah kalian amat mudah perhimpunan aman itu menjadi kekacauan??? Sorak gegak gempita melaungkan semangat perjuangan dalam sekejap berubah menjadi peristiwa berdarah.  Tatkala emosi menguasai diri, provokasi dan elemen sentimen kabur mulai terhambur maka  gugurlah sebuah etika. Matlamat perjuangan pun berubah arah. Yang aman menjadi rusuhan. Anarkis dan ganas. Tenang menjadi gelombang. Water cannon dan pemedih mata pun datang. Semua  yang hadir dianggap penentang. Polis yang menjalankan tugas disangka menyerang. Padahal dah berkali-kali diingatkan dan diberi pilihan. Degil dan ego, yang salah tidak mengaku salah.   

Berbalik kita pada punca permasalahan - Kerajaan. Kebijakan dan langkah mapan dalam menerajui negara seharusnya meletakkan kalian di barisan depan. Bukan takut kepada lawan. Kita mahu negara ini aman dan makmur buat selamanya. Letakkan sesuatu pada tempat sewajarnya. Yang patut kerajaan bagi bukan sekadar janji. Naikkan harga minyak, gula, dan beras tinggi-tinggi. Buat perkara yang menjadikan rakyat benci.  Susah senang, keluh resah rakyat jarang-jarang ambil peduli. Memang hembusan bayu yang berpuput lembut kadang membuat kita lupa dan terbuai dari tanggungjawab. Tapi  nanti kalau datang ribut, kita rebah tumbang tanpa kata. Imej buruk dan busuk siapa yang suka???

Terima kasih atas dasar pendidikan negara yang telah berjaya melahirkan rakyat bijak pandai. Yang dapat menilai benar salah, baik buruk sesuatu perkara. Bukan lagi pemikiran kolot dan jumut. Ilmuan yang sayangkan negara, memperjuangkan kebenaran. Menuntut hak  kehidupan. Namun begitu, negara perlukan rakyat yang memiliki wibawa dan ketrampilan. Menyelesaikan masalah bukan dengan membuat masalah baru.  

 Akhir kata, akal budi gunakan untuk berbakti. jangan nanti kisah "Bersih" menjadi sejarah sedih dan catatan pedih buat kita yang kasihkan agama, bangsa dan negara....Marilah sama-sama kita perbaiki apa yang kurang. Perjuangan suci, akan selamanya dihormati. Disayangi kawan, dihormati lawan. Sesungguhnya masih banyak perkara yang kita perlu selesaikan secara damai. Malaysia, tanggungjawab kita semua... 

Semoga Allah permudahkan jalan buat kita...Wasalam...

Tuesday, July 5, 2011

Why I drove the train out


The ruler of Johor, Sultan Ibrahim Sultan Iskandar, on why he asked to drive the last KTM train out of Tanjong Pagar Railway Station on June 30 at 11pm.

WHEN I found out last year that Tanjong Pagar Railway Station would be closed, I expressed my desire of driving the last train out of Singapore to the KTM chairman.

What the governments do has got nothing to do with me. To me, it is a sentimental matter.
It was my great grandfather, the late Sultan Ibrahim, who opened the Causeway, designed for both road and rail links. He paved the way, literally, for the first train to rumble into Singapore from Malaysia back in 1923.

I felt it was only appropriate for me, as the ruler of Johor, to drive the last train out.

Farewell: Sultan Ibrahim waving to the crowd before driving the last train out of Singapore. — Bernama
Besides trains, I fly jets, helicopters, and I sail my own yacht. I am never a boring person. Everything to me is a challenge. I always like to find something new to do. Every day, I look at the weather and think to myself, what should I do today?

So, when the KTM chairman said OK, the train instructor was sent to my palace.
There was no train simulator. I had to study the diagrams of the controls and learn about the mechanics of how a train moves. After that, we started the practical lessons.

The first time I sat at the controls, it felt a little funny because there was no steering wheel. There was only the throttle and the brake.

It was a little scary too because unlike a car, you cannot swerve when you're driving a train. If there is something on the tracks, you cannot avoid it. You will hit it. It's not like a helicopter, where I can go up and down.

What helps is that there is a note or manifest that the station master hands you before you leave the station, and which you need to sign for. It describes the route you would be taking, what the speed limits are, where the crossings are, etc.

As the lessons progressed, I learnt one other thing: You cannot think only for yourself when you drive a train.

You need to feel it. You need to feel its length, its weight, the momentum and the gradient you are on.

I drove around to places like Negeri Sembilan, Kluang and KL after I received my locomotive driving licence.

Last Thursday was the first time I set foot on Tanjong Pagar Railway Station. That's because when I come to Singapore, I usually drive or take my yacht.

I was told not to go more than 60km per hour because these were old tracks and they could be a little unsteady.

There were two safety drivers with me at the controls. One of them was my instructor, because I always feel more comfortable when he is beside me.

I also brought my iPad onto the train because I always like to find out where I am and how fast I am going (Yes, you can do that with an iPad!).

I felt a little sad that it was a night journey and that I couldn't see what was around me as I drove.

But I also felt very honoured because there were so many passengers.

They were a testament to the bond of friendship between the people of Johor and Singapore.

I knew many of them felt sad about the station. Some of them felt that Singapore was developing too fast. But I don't think so.

We cannot control development. It happens at its own pace. But we must always know our history.

In Malaysia and Singapore, when we go to school, we do not learn about ourselves, but about the world.

If you ask a Singaporean on the street: Where is Kazakhstan? Or, say, where is Cape Town? He will probably know.

But Segamat, Malaysia? Probably not.

So this is the message I want to convey to Singaporeans: Learn about the history we share.

More than anything else, that is why I asked to drive the train. 

- The Straits Times/Asia News Network-