Blogpost kali ini adalah catatan pengalaman sewaktu aku menjalani field study beberapa waktu lalu.
Pawana menerpa jagat raya. Suara si ayam jantan yang bersahut, disambut dengan kicau unggas mengiringi terbit mentari. Semuanya menyanyikan lagu alam warisan berzaman. Memuja dan memuji Empunya semesta. Segalanya memulakan hari baru, meninggalkan semalam yang berlalu. Suasana permai desa di pergunungan ini sungguh menenangkan jiwa. Maha Suci Tuhan yang menciptakan. Tiada yang lebih sempurna melainkan-Nya.
Awal pagi, selesai minum teh tanpa gula dan sarapan. Dengan izin, aku menuruni tangga rumah tradisional Bugis itu. Hawa dingin dari kabus dataran tinggi menyapaku saat kaki menginjak tanah. Udara nyaman menyempurnakan pernafasan. “Pagi yang indah, jalan-jalan best ni…”, hatiku berkata. Dengan pantas aku membuat keputusan. Berteman kamera dan lensa yang setia, aku memulakan langkah. Fajar di ufuk timur. Titis embun masih basah di dedaunan.
Di jalan yang berkabus, aku melihat ada dua kanak-kanak riang bermain bola. Begitulah aku sewaktu dulu. Belum jauh, aku melewati bendang padi yang membentang. Sawah yang menghijau menarik perhatian. Bertingkat-tingkat di lereng gunung. Aku kagum. Kekaguman itu segera dianalisis. Setiap pembatas yang dibuat pada tingkat sawah berfungsi sebagai penampungan air, tanah, dan padi. Dibuat sedemikian mengikut geografi perbukitan. Keunikan model sawah seperti ini, adalah sistem pengairan dan irigasi yang mengaplikasikan hukum fizik. Fizik menyebut, suatu bahan dalam bentuk cecair akan sentiasa cenderung untuk menempati batas terendah suatu tempat kerana gravitasi bumi. Inilah yang diaplikasikan petani-petani di sini. Sumber air dari anak sungai terdekat digunakan mengaliri tingkat atas, ditampung dan dikemudian dialirkan membasahi tingkat-tingkat yang lebih rendah. Sama sekali tidak mengunakan mesin pam atau teknologi moden.
Aku pasti seni kehidupan ini tidak mudah. Petani harus membanting tulang, membiarkan keringat mengalir di tengah sawah. Berjuang untuk meneruskan kehidupan. Teknik persawahan ini tidak memerlukan biaya, efektif, menakjubkan, dan secara tidak langsung menciptakan panorama serta pemandangan indah. Hasil dari data survei yang aku dapat, petani-petani disini tidak pernah ke sekolah. Sungguh, aku mengakui dan menyaksikan kehebatan Tuhan yang ke-sekian kalinya. Terasa begitu lemah dan hina diri ini.
Di pinggir sawah, aku melihat belalang yang menarik. Aku masih mencari jawapan mengapa belalang diciptakan di sawah padi. Pasti Allah menjadikan sesuatu dengan alasan. Pangkal pohon berhampiran, ada kelompok cendawan yang menjamur di reput kayu. Menjalankan proses dekomposisi yang alami. Meninggalkan persawahan tadi, di sepanjang jalan kelihatan kebun-kebun sayur yang subur.
Kemudian, tidak jauh dari situ aku melihat pohon-pohon renek berbunga putih. Ditanam secara ladang. Aku tertarik. Setelah mendekat, yang berwarna putih itu bukanlah kuntuman bunga. Aku belum pernah melihat tumbuhan jenis ini. Tapi gumpalan kecil berwarna putih itu, sama persis dengan putih yang sering digunakan dalam prosedur perubatan; disinfeksi, pembersihan, penutupan dan perawatan luka lainnya. Itulah KAPAS. “Owh, camni pokok kapas rupanya…”, aku berkata. Itulah pertama kali aku melihat dari mana kapas datang.
“Dari kapas menjadi benang, dari benang menjadi kain”.
Begitulah kata pepatah. Kata-kata mudah orang-orang tua dalam menerangkan suatu proses yang payah. Serat-serat kapas akan dipintal menjadi seurat benang. Benang kemudian akan ditenun menjadi kain. Kain pula akan dijahit menjadi baju, seluar, batik, langsir, cadar, alas, dan lainnya yang akhirnya menjadi kain buruk. Walau tidak dijahit atau dicorak, kain tetap kita pakai sebagai kafan membalut tubuh yang sudah tidak bernyawa. Hakikatnya, waktu untuk serat-serat kapas dari pokok matang, mengambil waktu yang lama. Pada awalnya, benih-benih kapas yang disemai akan tumbuh menjadi pohon beranting kecil seperti pohon bunga sakura. Kemudian, kapas melalui proses pendebungaan oleh serangga terbang seperti lebah, rama-rama atau jenis lainnya. Pendebungaan yang berhasil nantinya akan dilanjutkan dengan tahap pembuahan. Buah kapas yang masih muda biasanya berwarna hijau, berbentuk seperti buah kelapa dalam ukuran kecil. Setelah matang, buah kapas tadi akan dibiarkan mengering di rantingnya. Jika cuaca panas mengizinkan, proses pengeringan mengambil masa lebih kurang satu minggu.
Kulit dari buah kapas akan merekah dan terbuka. Terlihatlah putih kapas yang bersih suci dari kotoran. Serat-serat putih ini sebenarnya terdiri dari polimer-polimer selulosa. Polimer inilah yang memberikan daya tahan dan daya serap yang tinggi kepada kapas. Disamping itu juga, polimer yang menjalin ikatan antara satu dengan yang lain secara semulajadi membentuk jaringan yang boleh memerangkap haba. Itulah alasan mengapa kapas digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gauze pad, cotton bud, dan pakaian kita sehari-hari. Tanpa sedar, kapas telah banyak menyumbang dalam perkembangan tamadun manusia. Tidak perlulah kita tanyakan apa penting gauze dalam bidang perubatan kerana tanpa kapas, operasi pembedahan untuk menyelamatkan nyawa pasti sukar. Bukan cuma itu, penanganan luka atau perdarahan yang berlaku menjadi lebih payah tanpa gauze. Begitu pula dengan baju yang kita pakai setiap hari. Pakaian melindungi tubuh dari terik matahari dan dinginnya alam menjadikan kita tetap bertahan hidup. Malah, sesudah mati pun kita masih menggunakan kapas untuk menutup rongga-rongga tubuh. Akhir kehidupan, kita berteman kafan menghadap Tuhan.
Indah dan sempurna ciptaan-Mu, Rabbi. Subhanallah… Marilah kita merenung dan mensyukuri sekian banyak nikmat yang dikurniakan oleh Allah. Betapa kasih, cinta dan sayang Sang Khaliq terhadap hambanya. Diberikan hanya butir padi dan serat-serat putih yang akhirnya menjadi asas kepada kehidupan manusia. Itu hanya sedikit dari sekian banyak nikmat Tuhan. Firman Allah dalam al-Quran;
“ Tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan; keduanya tunduk kepada-Nya. Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan merosak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil, dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (Ar-Rahman; 6-9)
“Apakah kamu tidak melihat, bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sungguh pada demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat. Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya sama dengan orang yang hatinya membatu? Maka, celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk memngingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Quran yang serupa ayatnya lagi berulang-ulang, gementar kerananya orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah dengan kitab itu. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (Az- Zumar; 21-23)
“Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”(Ar-Rahman; 13)
Di kejauhan, pemandangan gunung-ganang ibarat lukisan memukau pandangan. Keindahan itu membuat aku berfikir. Gunung yang begitu gah berdiri tinggi menongkat langit menjadi hancur kerana takutkan Allah. Mengapa kita manusia yang lemah menjadi sombong dan kufur? Ku hela nafas panjang dan dalam. Aku tunduk, perlahan genangan air mataku diseka. Aku mengingat ayat Qur’an yang berbunyi;
“Sekiranya kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah dan hancur disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpaan-perumpaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berfikir…”(Al-Hasyr; 21)
Aku berjalan pulang. Terik mentari semakin terasa. Peluh jantan menampakkan dirinya. Setiap langkah itu menghantarkan aku kepada sebuah kenyataan. Aku mensyukuri hidup ini. Aku mengaku bahawa tiada Tuhan yang layak disembah melainkan Allah, dan Muhammad itu adalah Rasullah. Maha Suci Tuhan yang menjadikan ciptaan-Nya dengan sempurna. Milik-Nya apa yang ada di bumi dan di langit. Allahu akbar!!!
Sekian. Moga bermanfaat untuk kita semua. Wasalam…